Pada zaman dahulu hiduplah seorang kakek bersama seorang
cucunya yang bernama Balang Kesimbar. Mereka tinggal di sebuah kampung
yang bernama Penydul. Kampung itu termasuk ke dalam desa Rembitan,
Kecamatan Pujut. Kedua orang tua Balang Kesimbar telah lama meninggal
dunia. Karena itu ia pun tinggal bersama kakeknya. Mereka hidup dalam
keadaan yang serba kekurangan. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya
mereka bekerja sebagai penggarap tanah. Di samping itu mereka pun
menanami tanah pekarangan mereka dengan berbagai jenis sayur untuk
menambah penghasilan. Walaupun mereka hidup dalam keadaan serba kurang,
pendidikan Balang Kesimbar tidak pernah sia-sia, ia langsung menerima
pendidikan dari kakeknya, disamping dari seorang guru yang memberikan
berbagai jenis pengetahuan yang diperlukan di dalam kehidupan.
Setelah Balang Kesimbar berusia remaja ia dapat bergaul di tengah
masyarakat dengan baik, disebabkan asuhan dan pendidikan yang telah
diterimanya. Ia selalu menghargai orang-orang tua di desa itu. Dan ia
pun disegani pemuda-pemuda yang lain.
Pada suatu malam Balang Kesimbar mendengar berita dari teman-temannya
bahwa di istana sedang diselenggarakan pertunjukan wayang kulit. Dalang
yang tampil malam itu adalah dalang yang sangat terkenal. Lagi pula
ceritranya yang akan dibawakan adalah ceritra yang sangat bagus.
“Jadi, baiklah. Sehabis sembahyang isya kita berangkat bersama ke tempat pertunjukan”, kata kawan-kawannya.
“Baiklah, aku memang sangat ingin menonton wayang. Tetapi
berangkatlah kalian lebih dahulu. Aku akan menyelesaikan kebutuhan
kakekku. Setelah itu barulah aku datang”.
Setelah itu Balang Kesimbar segera pulang untuk mempersiapkan
kebutuhan kakeknya. Dengan cepat ia menyediakan air, menanak nasi dan
mempersiapkan tempat tidur. Setelah semua siap ia pun meminta izin
kepada kakeknya.
“Kek, Izinkanlah aku menonton wayang di istana. Kata kawan-kawan
dalangnya amat terkenal dan akan melakonkan ceritra yang amat baik.
Telah lama aku tak pernah menonton wayang. Inilah kesempatan baik bagiku
untuk menontonnya”.
“Baiklah, cucuku. Berangkatlah ke tempat pertunjukan itu. Tetapi
jagalah dirimu baik-baik. Jangan sampai terlibat kalau terjadi sesuatu
kegaduhan ataupun yang lain-lain”.
Setelah memperoleh izin Balang Kesimbar segera berangkat ke tempat
pertunjukan. Tetapi ia datang terlambat. Pintu gerbang telah ditutup
karena penonton penuh sesak. Barang Kesimbar berusaha mencari jalan
masuk lain tetapi tak berhasil, karena pintu masuk hanya satu. Barang
Kesimbarpun berteriak-teriak mengitari tembok. Tetapi tak seorangpun
mendengar teriakannya. Semua orang sedang asyik menonton. Harapan untuk
masuk telah hilang baginya. Karena itu ia pun duduk di depan pintu
gerbang untuk meluangkan waktunya. Di tempat itu juga banyak orang
lalu-lalang. Melihat di dekatnya terdapat sepotong arang, Balang
Kesimbarpun mengambilnya. Ia pun mulai menggoreskan arang itu di tembok
dekat gerbang. Setelah puas ia segera pulang.
Malam larut ketika Balang Kesimbar tiba di rumah. Kakeknya pun belum
tidur. Sang kakek merasa bingung mengapa secepat itu cucunya pulang.
Tetapi setelah Balang Kesimbar menceritakan sebab-sebabnya, kakeknya pun
merasa puas dan segera mengajak Balang Kesimbar untuk tidur, agar badan
tetap segar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Menjelang pagi ketika pertunjukan selesai, maka para penjaga
kebersihan istana pun mulai melakukan tugasnya. Sampah berserakan karena
penonton amat ramai. Dan pedagang makanan amat banyak. Ketika tiba di
pintu gerbang, petugas istana sangat terkejut. Ia terkejut melihat
coretan pada tembok pintu. Setelah diamati ternyata coretan itu
berbentuk seekor harimau yang amat ganas, dan bermata tujuh buah. Dua
buah terdapat di kepala seperti lazimnya. Dua buah terdapat pada kedua
sisi pinggang. Dua buah lainnya terdapat pada pantat, sedang sebuah lagi
terdapat pada ekor. Melihat hal itu ia berfikir dalam hati.
“Siapa gerangan berani menggambar pada tembok ini. Benar gambarnya
bagus, tetapi kalau diketahui oleh baginda raja, pasti beliau akan
murka. Dari pada kena marah sendiri, lebih baik kulaporkan hal ini”.
Setelah berfikir demikian, iapun menghadap dan melaporkan apa yang dilihatnya.
“Ampun tuanku. Hamba hendak menceritakan suatu hal”.
“Tentang apa”?, tanya raja
“Ampun tuanku. Di tembok pintu gerbang terdapat sebuah gambar harimau
yang sangat menyeramkan. Agar hamba tidak hilap, hamba persilahkan
tuanku menyaksikan sendiri benda itu”.
Mendengar laporan itu, dengan seketika raja berangkat untuk membuktikannya. Setelah tanpak olehnya gambar itu rajapun berkata :
“Siap yang melakukan perbuatan ini. Tidakkah ia tahu terlarang
mencoreng tembok ini? Benar gambar ituhebat sekali. Siapa yang
menggambar harimau ini harus bertanggung jawab. Ia harus mencari harimau
seperti yang terlihat pada gambar itu. Hari mau bermata tujuh. Bila
gagal nyawalah sebagai pengganti. Kini kuperintahkan untuk mencari yang
melakukan perbuatan ini sampai dapat”.
Sesungguhnya raja sangat kagum akan kebagusan gambar itu. Ketika
melihatnya untuk pertama kali raja terkejut dan hampir lari. Tampaknya
garam seperti harimau sesungguhnya.
Menerima perintah langsung dari raja, tugas itupun mengumpulkan
seluruh rakyat kemudian ditanya satu persatu untuk mengetahui siapa yang
melakukan perbuatan yang memurkakan raja. Setelah kebanyakan menyatakan
tidak tahu, muncullah seorang yang memberikan laporan bahwa tadi malam
Balang Kesimbar tampak tidak nonton. Mungkin dialah yang melakukan
perbuatan itu. Tetapi umurnya masihsangat muda. Mustahil memiliki
kecakapan seperti itu. Tetapi walaupun demikian raja memerintahkan
memanggilnya untuk dimintai keterangan. Karena itu seorang petugas
berangkat memanggil Balang Kesimbar.
“Hae Balang Kesimbar. Saat ini juga kau harus menghadap ke istana. Raja kita hendak menanyakan sesuatu kepadamu”.
“Baik”. Kata Balang Kesimbar seraya bersiap dan berangkat menuju
istana. Setiba di istana Balang Kesimbar melihat banyak orang. Ia
bertanya dalam hati.
“Ada apa gerangan ?” Setelah itu ia ditanya langsung oleh raja
“Siapakah kamu ini anak muda ?”
“Hamba bernama Balang Kesimbar tuanku”.
“Apakah kau yang menggambar di tembok gerbang itu?”, tanya raja.
“Benar tuanku. Hambalah yang menggambar harimau itu”, jawab Balang Kesimbar dengan tenang.
“Apa sebab kau begitu berani menggambar di tempat itu? Bukankah itu
tembok gerbang istana?. Tidakkah kau mengetahui bahwa terlarang untuk
mencoreng-coreng tembok istana? Tetapi karena kau telah mengakui
perbuatanmu, sekarang kau akan tugaskan mencari seekor harimau seperti
yang telah kau gambar.
Harimau garang dengan mata tujuh buah. Ingatlah kalau kau gagal nywamulah jadi penggatinya. Nah, berangkatlah”.
Balang Kesimbar segera kembali ke rumahnya. Tak henti-hentinya ia
berfikir. Bagaimana mungkin ia berhasil mencari binatang seperti yang
telah ada digambarnya. Setelah tiba di rumah, Balang Kesimbar
menceritakan hal itu kepada kakeknya. Ia pun meminta nasehat untuk
mengatasi beban yang ditimpakan kepadanya.
“Cucuku, Balang Kesimbar. Semua tugas yang dibebankan raja kepadamu,
haruslah kau laksanakan sebaik-baiknya. Apapun yang terjadi dan
bagaimanapun sulitnya. Kita harus menunjukkan kesetiaan kepada raja yang
kita cintai. Akupun tak mengetahui di tempat mana harimau semacam itu
dapat kia ditemukan. Mungkin sekali harimau semacam itu tidak pernah
ada. Kalaupun ada pasti sangat sulitlah untukmenangkapnya. Tentu
janganlah kau berputus asa. Berangkatlah besok pagi. Kakek akan tetap
mendoakan agar usahamu dapat bersasil. Segala keperluan perjalanan akan
kupersiapkan malam ini juga. Kini beristirahatlah dengan tenang”.
Keesokan harinya ketika pajar mulai menyingsing, Balang Kesimbar
dibangunkan oleh kakeknya. Setelah memohon restu kepada orang tua itu,
Balang Kesimbarpun turun dari rumah dan memulai pengembaraan untuk
menyelesaikan tugas yang amat berat. Setelah lama dalam perjalanan yang
berat, memasuki dan meninggalkan hutan dengan berbagai rintangan,
menuruni lembah dan mendaki tebing, haus dan dahaga yang amat menyiksa,
maka tibalah Balang Kesimbar pada sebuah padang yang amat luas. Padang
itu dipenuhi lipan yang amat berbisa. Ia pun bertanya dalam hati.
“Bagaimana mungkin aku akan berhasil menyebrangi padang seluas ini?.
Kalau aku melintasinya juga pasti badanku akan binasa. Jalan lain tak
ada lagi di kiri kanan ku terdapat sungai yang amat dalam. Apa akalku
sekarang?”.
Dalam keadaan yang sulit itu ia teringat kepada bekal yang
dipersiapkan kakeknya. Bekal itu dibungkus dengan seludang daun pinang
yang telah dihaluskan dan diikat dengan benang peninggalan ibu Balang
Kesimbar. Dalam bungkus makanan itulah tersimpan kekuatan ghaib yang
dapat menolong Balang Kesimbar mengatasi berbagai kesulitan. Dalam
mengatasi kesulitan ini Balang Kesimbar memanfaatkan bungkusan itu.
Setelah memusatkan cipta sejenak, bungkusan itu dilemparkan sekuat
tenaga. Kemudian ia menggantung diri pada benang pengikatnya. Dengan
berkah Tuhan Yang Maha Kuasa Balang Kesimbarpun terangkat ke atas,
menggelantung di angkasa sehingga berhasil menyebrangi padang yang
berbahaya itu dengan selamat.
Perjalanan dilanjutkan lagi. Ia tidur di mana saja kemalaman. Dan
makan sehemat mungkin untuk mencegah kehabisan bekal dalam pengembaraan
yang tidak menentu ini.S Setelah berjalan beberapa lagi tibalah Balang
Kesimbar pada sebuah padang yang lain. Padang itu dipenuhi dengan
kalajengking yang amat berbisa dan tak terbilang banyaknya. Balang
Kesimbar merasa ngeri menyaksikan.
“Apa akal”, pikirnya.
Saat inipun Balang Kesimbar mempergunakan bungkusan yang di bawanya.
Sambil memohon dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, bungkusan itu dilemparkan setinggi-tingginya ke udara sambil
memegang benang pengikatnya denganh kuat. Dan ia pun berhasil meliwati
padang kalajengking itu dengan selamat.
Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini. Semua
rintangan dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai keyakinan akan
hasil perjalanan ini. Beberapa lama kemudian kembalilah Balang Kesimbar
berada di tepi sebuah padang. Padang itu dipenuhi dengan ular berbisa.
Semua jenis ular berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan
baru ini, Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang pernah
dilakukannya. Dan ia pun berhasil lolos dari mara bahaya.
Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik. Bahaya demi bahaya
dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi, rintangan dan bahaya masih
belum habis juga. Dalam perjalanan selanjutnya ia melihat seorang
raksasa yang amat besar. Tatapi untunglah raksasa itu sedang tidur
dengan pulasnya. Dan Balang Kesimbarpun berkata dalam hati.
“Untunglah raksasa itu sedang tidur. Kalau tidak pasti aku binasa karenanya. Tampaknya sangat mengerikan”.
Untuk mengatasi kesulitan itu Balang Kesimbar kembali pergunakan
bungkusan tadi dan berhasil dengan selamat. Ia telah melewati raksasa
itu dengan aman.
Dan Balang Kesimbar pun melanjutkan perjalanan dengan cepat.
Kekhawatiran masih saja melintas dalam hatinya. Ia khawatir kalau
raksasa yang tengah tidur itu tiba-tiba terjaga dan mencium bau
badannya. Tetapi akhirnya Balang Kesimbar tiba pada sebuah padang yang
sangat kering. Rumputpun tak dapat tumbuh di atasnya. Panasnya tak
terkatakan lagi. Tanahnya terdiri dari tanah sari yang sangat gembur.
Padang ini harus disebrangi. Terasa keraguan dalam hati Balang Kesimbar.
Terselip juga niat untuk kembali. Tetapi perjalanan sudah amat jauh.
Betapapun padang ini harus disebrangi. Setelah membulatkan tekat dan
memohon keselamatan Balang Kesimbar pun mulai melangkahkan kakinya
memasuki padang itu. Setelah berjalan beberapa langkah, kakinya
tenggelam ke dalam tanah, hingga ke lutut. Panasnya tak terkatakan lagi.
Tetapi karena tekad telah membaja, Balang Kesimbar tak mundur walau
selangkah.Dengan susah payah ia tetap melangkah maju. Kini badannya
mulai tenggelam ke dalam panas itu. Tanah telah mencapai pingan. Tetapi
ia tetap berusaha untuk maju. Dan ia tenggelam makin jauh. Akhirnya
tanah telah mencapai batas leher. Kini ia hampir tak sadarkan diri.
Pada saat yang paling keritis ini, tiba-tiba angin puyuh dahsyat
melanda padang itu. Semua yang berada di dalamnya diterbangkan. Demikian
pula Balang Kesimbar tak luput dari sasaran angin puyuh itu. Ia
diterbangkan entah kemana. Tiba-tiba ia meluncur jatuh dan berada di
atas sebatang pohon sawo. Ketika membuka mata ia merasa heran. Dan
sadarlah ia akan apa yang telah terjadi. Kemudian ia memanjatkan puji
syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini ia sadar bahwa
perjalanannya selalu mendapat perlindungan. Karena merasa sangat payah,
ia pun beistirahat di atas pohon itu.
Beberapa saat kemudian tatkala Balang Kesimbar terbangun ia mendengar suatu suara.
“Suara apakah itu?”, tanyanya dalam hati. “Ada jugakah manusia lain
di tengah hutan belantara ini?”. Ia mencari arah suara itu. Ia memasang
telinga dengan baik. Benar. Ia mendengar suatu suara. Sumbernya tak jauh
dari tempat itu. Setelah diperhatikan dengan seksama jelaslah baginya
suara itu suara alat tenun. Ketika pandangannya terarah ke bawah pohon
sawo, ia melihat seseorang.
“Siapakah berada di bawah? Jin atau manusia?”, tanya Balang Kesimbar
di dalam hati. Ia berusaha menenangkan jiwanya. Setelah beberapa saat
berlalu, ia kembali memperhatikan apa yang telah dilihatnya tadi. Apa
yang dilihatnya ternyata tak berubah. Seorang wanita yang tengah
menenun. Karenba asyik dalam pekerjaan, ia tidak mengetahui seseorang
berada di atasnya. Balang Kesimbar mengambil sebiji buah sawo yang
kecil. Ia berniat mengganggu wanita itu. Ia ingin membuat wanita itu
terkejut. Lalu dilemparkannya buah sawo itu kearah wanita itu. Tetapi
tidak mengenai sasaran. Buah itu terjatuh di depan wanita itu. Lalu
Balang Kesimbar mengambil buah yang kedua. Buah itupun dilemparkan.
Tetapi tidak mengenai sasaran lagi. Buah terjatuh disamping wanita itu.
Dengan tidak merasa curiga, wanita itu memandang buah sawo yang jatuh
itu. Buah yang ketiga diambil oleh Balang Kesimbar, dan kembali
dilemparkan kepada wanita itu. Tetapi masih juga gagal. Buah itu jatuh
disamping kanan. Bersamaan dengan itu wanita itu memandang ke atas. Ia
amat terkejut melihat seorang pemuda berada di atasnya. Berbagai pikiran
berkecambuk di dalam hatinya. Dengan cepat ia berkata.
“Hai lelaki, cepatlah turun sebelum kakekku kembali. Kalau ia
mengetahui ada manusia lain di tempat ini, pasti musnah dimakannya.
Ketahuilah kakekku adalah seorang raksasa”.
Mendengar kata-kata itu Balang Kesimbar turun dengan segera.
“Pastilah raksasa itu yang telah kujumpai dalam perjalanan bisik hatinya.
Setelah saling sapa dan berkenalan, Balang Kesimbarpun menceritakan
kisahnya dari awal hingga berada di atas pohon sawo itu. Setelah itu,
wanita tadi yang ternyata seorang putri, menyuruh Balang Kesimbar agar
menyiram tubuhnya dengan air jeruk, untuk mengurangi bau. Setelah itu,
Balang Kesimbar dimasukkan ke dalam sebuah peti. Tak lama kemudian
raksasa itu pun datang. Segera setelah kembali, ia merasa bahwa seorang
manusia lain berada di tempat itu.
“Cucuku, aku mencium bau manusia lain di tempat ini. Aku sungguh
gembira dengan tak bersusah payah, santapan telah berada diujung
hidung”.
“Kek, yang kakek cium itu adalah bauku. Kalau berniat menytantapku, santaplah sekarang juga”.
“O, tidak. Aku tak akan tega memakan dagingmu. Kau sangat kusayangi.
Sukar mencari cucu secantik kau. Nah, sekarang cobalah katakan apa
keinginanmu. Aakan kucarikan secepatnya”.
“Terima kasih, kek. Carikanlah aku buah-buahan yang masih segar. Aku sangat ingin memakannya”.
Dengan singkat diceritakan raksasa itu pun terbang ke suatu tempat
yang ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan. Tak lama kemudian ia pun
telah kembali dengan membawa berbagai jenis buah-buahan, berupa buah
manggis, salak, durian, duku, dan lain-lain.
“Nah, sekarang apalagi yang kau ingini cucuku?”.
“Kek, kalau benar kakek sayang padaku, carikanlah aku daging rusa yang segar. Aku sangat ingin menikmatinya. Maukah kakek?”.
“Tentu, tentu. Sekarang juga akan kucarikan. Daging rusa bukanlah
daging yang sukar diperoleh. Sebentar lagi pasti aku telah datang
membawanya”. Dan raksasa itu pun berangkatlah.
Segera setelah raksasa itu berangkat, Balang Kesimbar pun dikeluarkan
dari dalam peti. Dan disuguhi hidangan secukupnya. Kemudian ia
dimandikan dengan air jeruk. Setelah itu kembali di masikkan ke dalam
tempat semula.
Tak lama kemudian raksasa itu telah kembali.
“Ha, cucuku. Pasti ada manusia lain di tempat ini. Sedap benar baunya. Kini aku akan dapat menyantap daging manusia lagi”.
“Bukan, Kakek. Yang kakek cium itu pastilah bauku sendiri. Bila kakek berniat menyantapku, santaplah”.
“O, tidak. Sedikitpun tak ada niatku untuk memakanmu. Aku tidak gila
memakan cucuku sendiri. Apalagi kau cantik sekali dan amat kusayangi.
Tetapi apakah yang kau ingini lagi? Katakanlah cucuku”.
“Ah, kakek, terlalu baik hati. Kakek telah terlalu payah. Lebih baik
kakek beristirahat terlebih dahulu. Bukankah makanan masih cukup banyak.
Bagaimana kalau aku mencari kutumu, kek. Bukankah telah lama aku tak
pernah mencarinya. Barangkali jumlahnya terlalu banyak”.
“Baik, cucuku. Benar katamu. Kutuku pasti telah banyak”.
Demikianlah ia pun mulai mencari kutu di kepala raksasa itu. Raksasa itu pun merasa senang dan nyaman.
“Kek, kutu kakek bukan main besarnya. Sungguh luar biasa. Mengapa dibiarkan saja, kek?”
“Ah, cucuku. Kutu itu memiliki suatu rahasia. Tak seorangpun boleh
mengetahuinya. Kalau rahasia ini bocor, pastilah kakek akan binasa”.
“Sungguh anaeh. Mengapa demikian, kek?”, tanya putri itu.
“Nah, dengarkanlah, kata raksasa itu kemudian. “Semua yang berada di
kepalaku ini, jika dilepaskan dapat berubah menjadi semacam panah. Kutu
yang besar itu, jika dilepas dapat menjadi panah batu. Rambutku yang
putih bisa berubah menjadi panah apa saja yang diingini. Sedangkan
ketobeku bisa berubah menjadi panah kabut”.
Setelah mendengar keterangan raksasa itu, ia pun melanjutkan
pekerjaannya, mencari kutu seperti biasa. Tetapi secara diam-diam ia
menyembunyikan kutu, rambut dan ketombe sang raksasa pada sebuah
kantung.
“Kek, aku ingin benar memiliki seekor harimau bermata tujuh.
Keinginan itu telah lama terpendam dalam hatiku. Sekarang keinginan itu
tak terkatakan lagi besarnya. Kek, tangkaplah aku”.
Mendengar keinginan itu sang raksasa terkejut.
“Cucuku, harimau yang kau inginkan itu sangat sulit untuk diperoleh.
Kalu toh aku bisa menemukannya, maka untuk menangkapnya pasti sangat
sulit. Menurut dugaanku harimau seperti itu mungkin terdapat di hutan
belongas atau pengantap. Tetapi lebih baik kalau kau meminta benda yang
lain.
“Tidak kek. Aku tidak ingin benda lain. Aku hanya menginginkan
harimau bermata tujuh. Kalau kakek tidak bisa mencarikan lebih kalau aku
mati. Biarlah aku mati karenanya. Sekarang juga”.
“Jangan cucuku. Kau tidak perlu senekat itu. Sekarang juga aku akan berangkat mencarinya”.
Maka terbanglah raksasa itu menuju hutan Belongas. Ia terbang tinggi
sekali. Matanya memandang dengan tajam ke bawah dan mengamati dengan
cermat. Tak berapa lama ia melihat sekelompok harimau yang sedang
beristirahat. Ditengah-tengah kelompok itu tampak seekor bermata tujuh.
Dengan hati-hati serta kekuatan dan kecepatan luar biasa raksasa itu
menukik ke bawah. Dengan cepat disergapnya harimau itu. Ia berhasil
dengan baik. Walaupun harimau itu mengadakan perlawanan, tetapi tak
berarti bagi raksasa itu. Harimau itu cepat kilat diterbangkan ke
angkasa dan menuju rumahnya. Setelah tiba harimau itu diikat dan
ditambatkan pada batang pohon sawo disamping rumahnya.
“Hai cucuku, aku telah berhasil memenuhi permintaanmu sebagi tanda
kasih sayangku. Aku telah berhasil memperoleh seekor harimau yang
bermata tujuh. Binatang itu telah kutambatkan di sebelah rumah. Dan kini
bergembiralah engkau”.
“O, terima kasih kek. Telah lama aku menginginkan harimau semacam itu.
Aku sangat bergembira dengan pemberian ini. Tetapi…”
“Apa lagi cucuku. Masih adakah keinginanmu yang belum kupenuhi. Katakanlah sekarang juga. Kakek akan segera mencarinya.
Nah, kalau demikian kek, aku punya satu keinginan lagi. Kalau kakek dapat penuhi aku sangat bahagia”.
“Nah, katakanlah segera cucuku”.
“Carikanlah aku permata yang indah-indah kek. Intan, berlian atau
permata apa saja yang indah. Pendeknya asal permata yang baik”.
“Ha, kalau permata semacam itu yang kau kehendaki, mudah bagiku.
Mengapa tak kau katakan sejak dulu. Sekarang juga aku akan berangkat
agar segera dapat kembali”.
Maka terbanglah raksasa itu untuk mencari permata yang dikehendaki
cucunya. Sesungguhnya bagi seorang raksasa, mencari permata lebih sulit
baginya dari pada mencari benda-benda yang lain, karena harus membongkar
tanah, menyelam di sungai dan sebagainya. Karena itu untuk mencari
permata ia harus mempergunakan waktu lebih lama lagi.
Segera setelah raksasa itu berangkat, ia mengeluarkan Balang Kesimbar dalam persembunyannya.
“Balang Kesimbar, bagaimana pendapatmu kalau sekarang juga kita
melarikan diri. Kukira inilah saat yang paling tepat bagi kita saat-saat
lain sulit diperoleh.
“Apa yang bagi tuan putri akan kuturut saja”, jawab Balang Kesimbar.
“Baiklah. Sekarang juga kita berangkat. Mari kita mempersiapkan diri”.
Balang Kesimbar dan putri itupun segera mempersiapkan diri. Harimau
yang bermata tujuh yang terikat di batang sawo, segera diberi pelana.
Senjatapun telah dipersiapkan. Balang Kesimbar naik di atas punggung
harimau itu, kemudian disusul oleh tuan putri. Setelah itu harimau pun
dipacu secepat-cepatnya. Larinya secepat kilat. Tampaknya bagaikan
terbang. Mereka telah lepas meninggalkan rumah raksasa itu.
Bersamaan dengan itu, raksasa yang mencari permata itu pun merasakan
suatu firasat. Ia merasakan bahwa ada sesuatu terjadi di rumahnya.
Karena itu ia segera pulang. Setelah tiba raksasa itu langsung berseru.
“Wahai cucuku. Dimana kau berada. Cucuku,cucuku !” Suasana tetap sepi.
Tak ada suatu jawaban yang tersengar. Raksasa itu langsung memasuki
rumah. Semua sudut diteliti dengan cermat. Tentu saja ia tak menemukan
seseorang.
“Apakah cucuku telah melarikan diri ?”, pikirnya. Kemudian ia pergi
ke bawah pohon sawo, untuk melihat apakah harimau kesayangan cucunya
berada di kandang atau tidak. Raksasa itu sangat terkejut ketika ia tahu
harimau itu tak berada di tempatnya. Ia kini yakin cucunya pasti
melarikan diri, dengan menunggang harimau itu.
“Baiklah. Ia akan segera kususul. Pasti ia belum berada jauh. Ia segera akan kutangkap”.
Dengan sekuat tenaga ia melompat ke angkasa. Tak berapa lama sesudah itu ia menampak sesuatu titik bergerak dengan cepat.
“Mungkin itulah cucuku”, pikirnya. Ia pun mempercepat terbangnya, dan
hampir berhasil menysul cucunya. Melihat hal itu timbullah kekhawatiran
yang sangat dalam di hati tuan putri.
“Balang Kesimbar. Lihatlah raksasa itu hampir dapat menyusul kita.
Bila ia berhasil menyusun kita, pastilah kita binasa dibuatnya. Apa yang
kita lakukan sekarang?”.
Pergunakanlah senjata itu untuk membunuhnya. Apa boleh buat. Demi keselamatan kita berdua”.
Dengan tangkas putri itupun mempergunakan senjata simpanannya. Ia
menghantam raksasa itu, sehingga gerakannya terhalang. Tetapi raksasa
itu berusaha terus untuk maju. Dan pada hantaman berikutnya akhirnya
raksasa itu roboh di tengah padang dan tidak bernapas lagi.
“Kek, Apa boleh buat”,kata putri itu dengan sedih sambil memandang bangkai raksasa itu.
Setelah itu Balang Kesimbar dan putri itu meninggalkan tempat
kejadian dan kembali ke rumah kakeknya. Setelah tiba Balang Kesimbar
menjadi kecewa dan amat sedih, karena kakeknya telah meningal dunia.
Dalam keadaan duka, Balang Kesimbar menghadap raja untuk mempersembahkan
harimau bermata tujuh yang menjadi tuntutan raja. Melihat keberhasilan
Balang Kesimbar, raja sangat gembira dan kagum. Rajapun memberikan
hadiah-hadiah kepada Balang Kesimbar.
Beberapa hari kemudia, seorang pesuruh istana mengetahui kalau Balang
Kesimbar mempunyai seorang isteri yang amat cantik. Dan isterinya itu
adalah seorang tuan putri. Dengan rasa dengki dan iri hati pesuruh
istana itu pun mengadukan kepada raja.
“Tuanku, dengan hormat hamba melaporkan bahwa Balang Kesimbar
memiliki seorang isteri yang amat cantk. Lebih dari itu isterinya itu
adalah seorang putri. Sulit kita bisa menemukan seorang wanita secantik
itu. Menurut perasaan hamba tak pantas samna sekali Balang Kesimbar
memiliki isteri seperti itu. Seharusnya tuankulah yang paling berhak
memilikinya”.
“Bila demikian halnya, aturlah suatu siasat untuk melenyapkan Balang Kesimbar”,katanya.
Maka diaturlah suatu siasat untuk membunuhnya. Ia akan diperintahkan
untuk memperdalam sumur yang telah dalam. Bila Balang Kesimbar berada di
dalamnya, maka sumur itu bermai-ramai akan dijatuhi batu. Pastilah
Balang akan mati di dalamnya. Bila siasat itu gagal, Balang Kesimbar
akan diperintahkan memanjat pohon kelapa yang amat tinggi. Setelah
berada di puncak pohon, orang banyak akan menebang pohon kelapa tersebut
dan pastilah Balang Kesimbar akan mati.
Tetapi, semua rencana busuk itu tercium oleh Balang Kesimbar. Berkat
kesaktian dan kepintaran isterinya. Balang Kesimbar dapat lolos dari
rncana busuk itu. Ia membuat boneka dari tepung beras. Boneka itu
dihidupkan kemudian kemudian dipergunakan untk menggatikan Balang
Kesimbar mengerjakan perintah raja. Dengan jalan itu Balang Kesimbar
luput dari bahaya maut.
Mendengar hal itu tentu saja raja sangat kecewa. Karena niatnya untuk
memiliki isteri Balang Kesimbar menjadi terhalang. Tetapi, raja tidak
berputus asa. Niat untuk menyingkirkan Balang Kesimbar tetap menyala
dalam hatinya. Raja memerintahkan untuk menguji warna darah Balang
Kesimbar. Apabila ternyata Balang Kesimbar berdarah merah, maka ia akan
di bunuh. Tetapi, apabila ia berdarah putih maka dia berhak menjadi
raja.
Dalam peristiwa ini pun isteri Balang Kesimbar berusaha untuk
menyelamatkan suaminya. Sebelum pelaksanaan pemeriksaan darah
dijalankan, Balang Kesimbar disuruh meminum santan kelapa sebanyak
mungkin. Dan perbuatan ini menyebabkan ketika pemeriksaan tiba, ternyata
darah yang keluar dari tubuh Balang Kesimbar tampak berwarna putih.
Dengan peristiwa itu, Balang Kesimbar berhak menjadi raja menggatikan
raja yang zalim itu. Rakyat dengan gembira menyambut upacara
penobatannya menjadi raja. Mereka menyelenggarakan pesta empat puluh
hari empat puluh malam. Dengan demikian, Balang Kesimbar mulai
memerintah kerajaan dengan aman dan sentosa, dan didampingi oleh
permaisuri yang memang berasal dari putri. Dengan demikian rakyat hidup
dengan rukun dan damai dan negeri menjadi aman dan makmur.
Sumber : http://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2013/02/08/dongeng-sasak/#more-878
0 Komentar untuk "Dongeng sasak-Balang kesimbar"
Ketentuan ketentuan berkomentar di blog Cah Lombok :
1.Dilarang keras mencantumkan link aktif pada komentar!!
2.Komentar tidak keluar dari materi yang di posting dan masuk akal.
3.Dilarang promosi atau memasarkan sebuah produk!!
4.Jika hal hal tersebut dilanggar maka komentar dianggap spam.